Jumat, 03 April 2009

Siapa Istri Salehah itu?

“...wanita (istri) yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)...” (QS. an-Nisa: 34).

Kesalehan di sini terkait erat dengan “kekhususan” yang dimiliki oleh wanita. Apa yang telah disebutkan merupakan sesuatu yang paling saleh di dalam dirinya.

Imam ath-Thabari mengutip perkataan Abu Ja’far, mendefinisikan “wanita salehah” sebagai “wanita yang istiqomah dalam menjalankan agama dan giat melaksanakan kewajiban.”

Imam Fakhruddin ar-Razi menafsirkan ayat di atas dengan dua pengertian: Pertama, wanita salehah adalah yang qaanitaat (taat kepada Allah) dan haafidzaat lil ghaibi (memelihara diri ketika suaminya tidak ada). Di sini kesalehan wanita menuntut penunaian hak Allah terlebih dahulu, baru kemudian hak suami.

Kedua, status wanita bisa dilihat pada saat suami berada di rumah dan di luar rumah. Saat suami berada di rumah, sikap dan perilaku istri yang salehah digambarkan oleh Allah sebagai qanitat. Artinya, ia menjalankan hak-hak suami.

Sekilas firman Allah ini memang hanya berbentuk informasi, namun sesungguhnya yang ingin ditekankan di sini adalah perintah untuk menaati.

Jadi, seorang wanita (baca: istri) disebut salehah jika ia menaati suaminya, sebab Allah Swt. berfirman, “Ash-shalihaat qaanitaat” (wanita salehah ialah mereka yang taat). Kata sandang alif dan lam dalam “ash” berfungsi menyeluruh. Konsekuensinya, siapa pun wanita yang ingin disebut salehah maka ia wajib patuh dan taat.

Al-Wahidi lebih lanjut menegaskan bahwa lafadz qaanitaat mengindikasikan ketaatan secara umum, menyangkut ketaatan kepada Allah dan suami.

Sementara ketika suami berada di luar rumah, tingkah laku wanita salehah digambarkan oleh Allah Swt. sebagai haafidzat lil ghaib. Artinya, mereka mampu menjaga konsekuensi-konsekuensi ketiadaan suami mereka di rumah. Pertama, ia dapat memelihara diri dari godaan zina, hingga suaminya tidak menanggung malu akibat perbuatan nistanya. Kedua, ia bisa menjaga dan mengurus harta-benda suaminya dari tangan-tangan jahil. Ketiga, ia bisa menjaga rumah suaminya sebagaimana mestinya.

Nabi Saw. bersabda, “Sebaik-baik istri adalah yang menyenangkan jika kamu pandang, yang patuh jika kamu suruh, dan yang menjaga harta-benda dan dirimu jika kamu tidak ada (di rumah).” Kemudian beliau membaca ayat di atas.

Mengenai firman Allah “bi maa hafidzallah”, Imam Fakhruddin ar-Razi mengatakan bahwa firman ini memiliki dua pengertian: Pertama, “maa” di sini berfungsi sebagai “alladzi” (isim maushuul) dengan membuang kata ganti (al ‘aa’id ilaih), sehingga direka menjadi “bi alladzi hafizhallahu lahunna” (dengan apa yang telah Allah pelihara untuk mereka). Artinya, istri salehah berkewajiban memelihara hak-hak suami, sebagai timbal balik kebaikan Allah dalam memelihara hak-hak mereka pada suami mereka, di mana Dia memerintahkan suami mereka untuk bersikap adil terhadap mereka; memperlakukan mereka dengan baik dan memberi mereka mahar. Jadi dalam firman “bi maa hafidzallah” ini berlaku hukum kompensasi.

Kedua, “maa” di sini berfungsi sebagai “ma mashdariyyah” (yang tidak memiliki peran apa-apa), sehingga rekaannya adalah “bi hifdzillah”. Jika mengacu pada redaksi ini maka ada dua pengertian:

Wanita-wanita salehah itu bisa memelihara diri di tengah ketiadaan suami mereka, karena Allah memelihara mereka dan mereka tidak kuasa memelihara diri kecuali dengan taufik Allah. Pemaknaan demikian termasuk redaksi penyandaran mashdar pada faa’il.
Wanita salehah itu bisa memelihara diri di tengah ketiadaan suaminya lantaran ia memelihara Allah, atau lebih tepatnya karena mereka konsisten dalam menjaga batasan-batasan Allah dan perintah-perintah-Nya. Dengan kata lain, tanpa berusaha konsisten menjalankan beban-beban kewajiban Allah (taklif) dan bergiat menjaga perintah-perintah-Nya, seorang wanita (istri) tidak akan menaati suaminya.

Hadits-hadits lain yang membicarakan ketaatan istri kepada suaminya, dapat disebut beberapa di antaranya:

Dalam hadits tentang kisah delegasi kaum wanita, mereka menyebutkan tentang pahala yang diperoleh para lelaki dengan jihad, kemudian mereka bertanya, “Bagaimana kami dapat memperoleh keutamaan seperti demikian?” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Sampaikan kepada para wanita yang kalian jumpai bahwa mentaati suami dan menunaikan hak-haknya dapat menyamai semua keutamaan itu…” (HR. al-Bazaar dan Thabrani)

“Apabila seorang wanita telah mengerjakan sholat lima waktu, puasa bulan ramadhon, menjaga kemaluannya, mentaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya: ‘Masuklah jannah dari pintu manapun yang engkau suka’.” (Shahih al-Jami’ al-Kabir)

“Siapa saja wanita yang meninggal sementara suaminya ridho terhadapnya maka ia pasti masuk jannah.” (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim)

“Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah daripada istri yang shalihah, bila ia menyuruhnya maka ia menaatinya, bila memandangnya membuat hati senang, bila bersumpah (agar istrinya melakukan sesuatu), maka ia melakukannya dengan baik, dan bila ia pergi maka ia dengan tulus menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah)

“Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makhluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah Azza wa Jalla terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya terhadapnya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya bersenggama) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).” (HR. Ahmad).

Anas berkata, “Para Sahabat Rasulullah Saw. jika menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, maka mereka memerintahkan isteri agar berkhidmat kepada suaminya dan memelihara haknya.”

Ummu Humaid berkata, “Para wanita Madinah, jika hendak menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, pertama-tama mereka datang kepada 'Aisyah dan memasukkannya di hadapannya, lalu dia meletakkan tangannya di atas kepalanya seraya mendo'a-kannya dan memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah serta memenuhi hak suami.”

'Amr bin Hajar, Raja Kindah, meminang Ummu Ayyas binti 'Auf. Ketika dia akan dibawa kepada suaminya, ibunya, Umamah binti al-Haris menemui puterinya lalu berpesan kepadanya dengan suatu pesan yang menjelaskan dasar-dasar kehidupan yang bahagia dan kewajibannya kepada suaminya yang patut menjadi undang-undang bagi semua wanita. Ia berpesan: “Wahai puteriku, engkau berpisah dengan suasana yang darinya engkau keluar, dan engkau beralih pada kehidupan yang di dalamnya engkau naik untuk orang yang lalai dan membantu orang yang berakal. Seandainya wanita tidak membutuhkan suami karena kedua orang tuanya masih cukup dan keduanya sangat membutuhkanya, niscaya akulah orang yang paling tidak membutuhkannya. Tetapi kaum wanita diciptakan untuk laki-laki, dan karena mereka pula laki-laki diciptakan.

Wahai puteriku, sesungguhnya engkau berpisah dengan suasana yang darinya engkau keluar dan engkau berganti kehidupan, di dalamnya engkau naik kepada keluarga yang belum engkau kenal dan teman yang engkau belum terbiasa dengannya. Ia dengan ke-kuasaannya menjadi pengawas dan raja atasmu, maka jadilah engkau sebagai abdi, niscaya ia menjadi abdimu pula. Peliharalah untuknya 10 perkara, niscaya ini akan menjadi kekayaan bagimu. Pertama dan kedua, tunduk kepadanya dengan qana'ah (merasa cukup), serta mendengar dan patuh kepadanya. Ketiga dan keempat, memperhatikan mata dan hidungnya. Jangan sampai matanya melihat suatu keburukan darimu, dan jangan sampai mencium darimu kecuali aroma yang paling harum.

Kelima dan keenam, memperhatikan tidur dan makannya. Karena terlambat makan akan bergejolak dan menggagalkan tidur itu membuat orang marah. Ketujuh dan kedelapan, menjaga hartanya dan memelihara keluarga dan kerabatnya. Inti perkara berkenaan dengan harta ialah menghargainya dengan baik, sedangkan berkenaan dengan keluarga ialah mengaturnya dengan baik.

Kesembilan dan kesepuluh, jangan menentang perintahnya dan jangan menyebarkan rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi perintahnya, maka hatinya menjadi kesal dan jika engkau menyebar-kan rahasianya, maka engkau tidak merasa aman terhadap pengkhianatannya. Kemudian janganlah engkau bergembira di hadapannya ketika dia bersedih, dan jangan pula bersedih di hadapannya ketika dia bergembira.”

Seseorang menikahkan puterinya dengan keponakannya. Ketika ia hendak membawanya, maka dia berkata kepada ibunya, “Perintahkan kepada puterimu agar tidak singgah di kediaman (suaminya) melainkan dalam keadaan telah mandi. Sebab, air itu dapat mencemerlangkan bagian atas dan membersihkan bagian bawah. Dan janganlah ia terlalu sering mencumbuinya. Sebab jika badan lelah, maka hati menjadi lelah. Jangan pula menghalangi syahwatnya, sebab keharmonisan itu terletak dalam kesesuaian.”

Ketika al-Farafishah bin al-Ahash membawa puterinya, Nailah, kepada Amirul Mukminin 'Utsman bin 'Affan Ra., dan beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan ucapannya, “Wahai putriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini: bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yang terguyur hujan.”Abul Aswad berkata kepada puterinya, “Jangalah engkau cemburu, sebab kecemburuan itu adalah kunci perceraian. Berhiaslah, dan sebaik-baik perhiasan ialah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik-baik wewangian ialah menyempurnakan wudhu.”

Ummu Ma'ashirah menasihati puterinya dengan nasihat berikut ini yang telah diramunya dengan senyum dan air matanya: “Wahai puteriku, engkau akan memulai kehidupan yang baru… Suatu kehidupan yang tiada tempat di dalamnya untuk ibumu, ayahmu, atau untuk seorang pun dari saudaramu. Engkau akan menjadi teman bagi seorang pria yang tidak ingin ada seorang pun yang menyekutuinya berkenaan denganmu hingga walaupun ia berasal dari daging dan darahmu. Jadilah engkau sebagai isteri, wahai puteriku, dan jadilah engkau sebagai ibu baginya. Jadikanlah ia merasa bahwa engkau adalah segalanya dalam kehidupannya dan segalanya dalam dunianya. Ingatlah selalu bahwa suami itu anak-anak yang besar, jarang sekali kata-kata manis yang membahagia-kannya. Jangan engkau menjadikannya merasa bahwa dengan dia menikahimu, ia telah menghalangimu dari keluargamu.

Perasaan ini sendiri juga dirasakan olehnya. Sebab, dia juga telah meninggalkan rumah kedua orang tuanya dan meninggalkan keluarganya karenamu. Tetapi perbedaan antara dirimu dengannya ialah perbedaan antara wanita dan laki-laki. Wanita selalu rindu kepada keluarganya, kepada rumahnya di mana dia dilahirkan, tumbuh menjadi besar dan belajar. Tetapi dia harus membiasakan dirinya dalam kehidupan yang baru ini. Ia harus mencari hakikat hidupnya bersama pria yang telah menjadi suami dan ayah bagi anak-anaknya. Inilah duniamu yang baru, wahai puteriku. Inilah masa kini dan masa depanmu. Inilah mahligaimu, di mana kalian berdua bersama-sama menciptakannya.

Adapun kedua orang tuamu adalah masa lalu. Aku tidak me-mintamu melupakan ayah dan ibumu serta saudara-saudaramu, karena mereka tidak akan melupakanmu selama-lamanya. Wahai sayangku, bagaimana mungkin ibu akan lupa belahan hatinya? Tetapi aku meminta kepadamu agar engkau mencintai suamimu, mendampingi suamimu, dan engkau bahagia dengan kehidupanmu bersamanya.”

Kapankah Menolak Perintah Suami?
Kita tidak boleh tunduk pada suami yang memerintah kepada kemaksiatan meskipun hati kita begitu cinta dan sayangnya kepada suami. Jika kewajiban patuh pada suami sangatlah besar, maka apalagi kewajiban mematuhi Allah, tentu lebih besar lagi. Allahlah yang menciptakan kita dan suami kita, kemudian mengikat tali cinta diantara sang istri dan suaminya. Namun perlu diketahui, bukan berarti kita harus marah-marah dan bersikap keras kepada suami jika ia memerintahkan suatu kemaksiatan kepada kita, tetapi cobalah untuk menasehatinya dan berbicara dengan lemah lembut, siapa tahu suami tidak sadar akan kesalahannya atau sedang perlu dinasehati, karena perkataan yang baik adalah sedekah.

Berikut ini beberapa contoh perintah suami yang tidak boleh kita taati karena bertentangan dengan perintah Allah:

1. Menyuruh Kepada Kesyirikan
Tidak layak bagi kita untuk menaati suami yang memerintah untuk melakukan kesyirikan seperti menyuruh istri pergi ke dukun, menyuruh mengalungkan jimat pada anaknya, ngalap berkah di kuburan, bermain zodiak, dan lain-lain. Ketahuilah saudariku, syirik adalah dosa yang paling besar. Syirik merupakan kezholiman yang paling besar (lihat QS. Luqman: 13). Bagaimana bisa seorang hamba menyekutukan Allah sedang Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi berbagai nikmat kepadanya? Sungguh merupakan sebuah penghianatan yang sangat besar!

2. Menyuruh Melakukan Kebid’ahan
Nujuh bulan adalah acara yang banyak dilakukan oleh masyarakat ketika calon ibu genap tujuh bulan mengandung si bayi. Ini adalah salah satu dari sekian banyak amalan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah Saw.. Walaupun begitu banyak masyarakat yang mengiranya sebagai ibadah sehingga merekapun bersemangat mengerjakannya. Ketahuilah wahai saudariku muslimah, jika seseorang melakukan suatu amalan yang ditujukan untuk ibadah padahal Nabi Saw. tidak pernah menyontohkannya, maka amalan ini adalah amalan yang akan mendatangkan dosa jika dikerjakan. Ketika sang suami menyuruh istrinya melakukan amalan semacam ini, maka istri harus menolak dengan halus serta menasehati suaminya.

3. Memerintah untuk Melepas Jilbab
Menutup aurat adalah kewajiban setiap muslimah. Ketika suami memerintahkan istri untuk melepas jilbabnya, maka hal ini tidak boleh dipatuhi dengan alasan apapun. Misalnya sang suami menyuruh istri untuk melepaskan jilbabnya agar mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan, hal ini tentu tidak boleh dipatuhi. Bekerja diperbolehkan bagi muslimah (jika dibutuhkan) dengan syarat lingkungan kerja yang aman dari ikhtilat (campur baur dengan laki-laki) dan kemaksiatan, tidak khawatir timbulnya fitnah, serta tidak melalaikan dari kewajibannya sebagai istri yaitu melayani suami dan mendidik anak-anak. Dan tetap berada di rumahnya adalah lebih utama bagi wanita (Lihat QS. al-Ahzab: 33). Allah telah memerintahkan muslimah berjilbab sebagaimana dalam QS. al-Ahzab: 59. Perintah Allah tidaklah pantas untuk dilanggar, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.

3. Mendatangi Istri Ketika Haidh atau dari Dubur
Rasulullah Saw. telah bersabda, “…dan persetubuhan salah seorang kalian (dengan istrinya) adalah sedekah.” (HR. Muslim)

Begitu luasnya rahmat Allah hingga menjadikan hubungan suami istri sebagai sebuah sedekah. Berhubungan suami istri boleh dilakukan dengan cara dan bentuk apapun. Walaupun begitu, Islam pun memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi, yaitu suami tidak boleh mendatangi istrinya dari arah dubur, sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda, “(Boleh) dari arah depan atau arah belakang, asalkan di farji (kemaluan).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka ketika suami mengajak istri bersetubuh lewat dubur, hendaknya sang istri menolak dan menasehatinya dengan cara yang hikmah. Termasuk hal yang juga tidak diperbolehkan dalam berhubungan suami istri adalah bersetubuh ketika istri sedang haid. Maka perintah mengajak kepada hal ini pun harus kita langgar. Hal ini senada dengan sabda Nabi Saw., “Barangsiapa yang menjima’ istrinya yang sedang dalam keadaan haid atau menjima’ duburnya, maka sesungguhnya ia telah kufur kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi)

Demikian uraian singkat dari Quran Surat an-Nisa ayat 34 tentang definisi wanita salehah. Semoga definisi yang telah digariskan al-Quran dapat menjadi bagian dari akhlak seorang muslimah, terutama mereka yang sudah berkeluarga.

Perasaan Orangtua Terhadap Anak

Yang dimaksud perasaan di sini adalah, sentuhan cinta dan kasih sayang orangtua terhadap anak-anaknya. Hikmahnya adalah menghilangkan kebiasaan-kebiasaan jahiliyah yang menguasai jiwa yang sakit. Yakni, pandangan negatif terhadap anak perempuan, memperlihatkan keutamaan pahala dan balasan bagi orang yang sabar karena kehilangan anak, serta tabah karena berpisah dengannya. Dan terakhir adalah apa yang harus dikerjakan oleh kedua orangtua apabila kepentingan Islam bertentangan dengan kepentingan anak.

A. Kedua Orangtua Secara Fitrah Akan Mencintai Anak
Di dalam hati kedua orangtua secara fitrah akan tumbuh perasaan cinta terhadap anak dan akan tumbuh pula perasaan lainnya, berupa rasa kebapakan dan keibuan.

Andaikan perasaan-perasaan semacam itu tidak ada, niscaya umat manusia akan lenyap dari muka bumi, dan kedua orangtua tidak akan sabar memelihara anak-anak mereka, tidak mau mengasuh dan mendidik, tidak mau memperhatikan persoalan dan kepentingan-kepentingan anaknya.

Karenanya, tidak aneh jika al-Quran menggambarkan perasaan-perasaan yang benar ini dengan gambaran yang sebaik-baiknya. Sehingga sesekali al-Quran menggambarkan anak-anak sebagai perhiasan hidup, “Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia...” (QS. al-Kahfi: 46).

Sesekali al-Quran memandang mereka sebagai nikmat agung yang berhak untuk disyukuri kepada Allah Swt., “...dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak, dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” (QS. al-Isra: 6).

Sesekali pula memandangnya sebagai pelipur hati, bila saja mereka sejalan dengan orang-orang yang bertakwa, “Dan orang orang yang berkata: ‘Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’.” (QS. al-Furqan: 74).

Masih banyak lagi ayat-ayat al-Quran yang mengilustrasikan perasaan-perasaan kedua orangtua terhadap anak dan membuka tabir kebenaran perasaan dan kecintaan hati mereka terhadap buah hati mereka. Semua itu tidak lain merupakan fitrah yang ada dalam diri manusia. “...(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan fitah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah...” (QS. ar-Rum: 30).

B. Kasih Sayang Terhadap Anak Merupakan Anugerah Allah Kepada Hamba
Di antara perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam hati kedua orangtua itu adalah perasaan kasih sayang orangtua terhadap anaknya. Perasaan ini merupakan kemuliaan baginya di dalam mendidik, mempersiapkan dan membina anak-anak untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan yang besar.

Orang yang hatinya kosong dari perasaan kasih sayang akan bersifat keras dan kasar. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam sifat-sifat yang buruk itu, akan terdapat membawa anak-anak ke dalam penyimpangan dan kebodohan.

Oleh karena itu, syariat Islam telah menanamkan tabiat kasih sayang di dalam hati, dan menganjurkan kepada para orangtua, para pendidik dan orang-orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak untuk memiliki sifat itu.

Rasulullah Saw. sangat memperhatikan masalah kasih sayang ini dalam beberapa sabdanya:

“Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Abu Hurairah Ra. mengatakan, “Nabi Saw. telah didatangi seorang laki-laki yang membawa seorang bayi. Kemudian beliau memeluknya dan bersabda, ‘Apakah engkau menyayanginya?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Tentu saja’. Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya Allah lebih menyayanginya daripada kasih sayangmu terhadapnya. Sesungguhnya Dia Dzat Yang Maha Pengasih dibanding orang-orang yang mengasihi.” (HR. Bukhari).

Jika Rasulullah Saw. melihat salah seorang sahabatnya tidak mengasihi anak-anaknya, maka beliau mencemoohnya dan memberikan pengarahan perihal kebaikan rumah tangga, keluarga dan anak-anak.

Aisyah Ra. berkata, “Seorang A’rabi telah mendatangi Nabi Saw. dan berkata, ‘Apakah engkau menciumi anak-anakmu, sedang kami belum pernah melakukan hal itu’. Maka, Nabi Saw. bersabda, ‘Apakah engkau ingin Allah mencopot rasa kasih sayang dari hatimu?’” (HR. Bukhari).
Abu Hurairah Ra. berkata, “Rasulullah Saw. telah menciumi al-Hasan bin Ali. Ketika itu di sisi beliau duduk al-Aqra bin Habis at-Tamimi. Al-Aqra berkata, ‘Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak, tapi tak satu pun di antara mereka pernah aku cium’. Maka Rasulullah Saw. memandangnya dan bersabda, ‘Barangsiapa yang tidak mengasihi, tidak akan dikasihi’.” (HR. Bukhari).

Anas bin Malik Ra. berkata, “Seorang wanita telah mendatangi Aisyah Ra., kemudian Aisyah memberi tiga buah kurma kepada wanita itu, kemudian wanita itu memberi satu buah kurma kepada setiap anaknya. Dan ia sendiri memegang satu buah kurma. Dua orang anak memakan dua buah kurma itu dan melihat ibunya. Kemudian, sang ibu sengaja (memegang) kurma dan membelahnya, lalu memberikan setiap belahan kurma itu kepada masing-masing anak. Maka datanglah Nabi Saw. dan Aisyah memberitahukan kepadanya (apa yang dilakukan oleh wanita itu). Beliau bersabda, ‘Apa yang telah membuatmu heran dari perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah telah mengasihi wanita itu disebabkan kasih sayang kepada anaknya’.” (HR. Bukhari).

Apabila Rasulullah Saw. melihat seorang anak kecil mendekati ajal, maka berlinanglah air matanya sebagai tanda kesedihan dan kasih sayangnya dan sebagai pelajaran bagi umat.

Usamah bin Ziad Ra. berkata, “Putri Nabi Saw. telah mengutus seorang kepada bapaknya untuk memberitahukan sekaligus berharap menjenguk putranya yang dalam keadaan sekarat. Maka Nabi Saw. mengutus seseorang kepadanya membacakan salam dan bersabda, ‘Sesungguhnya bagi Allah apa yang diambil(Nya) dan bagi Dialah apa yang diberi(Nya). Segala sesuatu mempunyai masa yang ditentukan baginya. Maka bersabarlah dan janganlah merasa kehilangan’.

Kemudian putrinya itu mengutus (utusan) kepadanya dengan bersumpah kepadanya agar beliau mendatanginya. Maka bangkitlah beliau bersama Sa’ad bin Ubadah, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan kaum lelaki lainnya. Kemudian anak kecil itu di angkat kepada Rasulullah Saw. dan mendudukkan di dalam buaiannya, sedangkan nafasnya bergerak tersendat-sendat, sehingga berlinanglah airmata beliau. Sa’ad bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa artinya ini?’ Beliau bersabda, ‘Ini adalah kasih sayang yang telah Allah Swt. tanamkan di dalam hati para hamba-Nya’.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidaklah mengherankan apabila kasih sayang itu telah tertanam di dalam hati kedua orangtua. Mereka akan melaksanakan kewajibannya dan melindungi hak serta bertanggung jawab terhadap anak-anak, sebagai kewajiban yang telah dipikulkan Allah kepada mereka.

C. Membenci Anak Perempuan Sebagai Perbuatan Jahiliyah
Islam mengumandangkan persamaan derajat pria dan wanita dan tidak membedakan perlakuan kasih sayang dan keadilan keduanya. “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” (QS. al-Maidah: 8).

Juga sesuai dengan perintah Rasulullah Saw. yang bersabda, “Berbuat adillah di antara anak-anakmu, berbuat adillah di antara anak-anakmu, berbuat adillah di antara anak-anakmu.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

Apabila di dalam masyarakat muslim terdapat orangtua yang memandang anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki, maka hal ini disebabkan oleh lingkungannya telah terserap dari kebiasaan jahiliyah dan tradisi sosial tercela.

Allah Swt. berfirman, “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. an-Nahl: 58-59).

Di samping itu, hal ini juga bisa disebabkan oleh lemahnya iman dan rapuhnya keyakinan. Yang demikian itu dikarenakan mereka tidak merasa rela menerima bagian yang diberikan Allah kepadanya, yakni kelahiran anak perempuan.

Allah Swt. berfirman, “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. asy-Syura: 49-50).

Dikisahkan, bahwa seorang menteri Arab yang bernama Abu Hamzah menikahi seorang wanita. Menteri itu mengharapkan istrinya melahirkan seorang anak untuknya. Tetapi, ternyata istrinya melahirkan seorang anak perempuan. Kemudian menteri itu meninggalkan rumah istrinya dan pindah ke rumah lain. setelah setahun si istri itu menyembunyikan anak perempuannya itu, tiba-tiba menteri itu melihat istrinya sedang mengajak bermain anaknya dengan membaca beberapa bait syair. Ia berkata di dalam syairnya:
Mengapa Abu Hamzah tidak datang kepada kita
Berdiam di sebuah rumah yang bukan rumah kita
Ia sangat marah karena kita tidak melahirkan anak pria
Demi Allah, hal itu di luar kekuasaan kita
Kita hanya mengambil apa yang telah diberikan kepada kita

Menteri tersebut kemudian memasuki rumahnya lagi setelah istrinya memberikan pelajaran kepadanya tentang keimanan, keridhaan dan keyakinan. Kemudian mencium kening istri dan putrinya. Dia rela atas pemberian Allah yang telah ditentukan baginya.

Rasulullah Saw. telah mencabut akar budaya jahiliyah yang mengecualikan anak perempuan dari anak laki-laki. Beliau memerintahkan kepada para orangtua dan pendidik untuk menemani, memelihara dan bertanggung jawab atas urusan-urusan mereka secara baik, agar mereka termasuk ahli surga.

Berikut penulis sajikan sunnah Rasulullah Saw. tentang kewajiban dan memperhatikan anak perempuan.

“Siapa saja yang memelihara dua orang anak perempuan hingga mereka berdua balig, maka pada hari kiamat dia dan aku bagaikan dua ini – beliau menggenggam jari jemarinya.” (HR. Muslim).

“Siapa yang mempunyai tiga orang anak perempuan, kemudian ia bersabar terhadap mereka, memberikan minum dan pakaian kepada mereka (dari hartanya), maka mereka itu akan menjadi pelindung dari api neraka.” (HR. Ahmad).

“Siapa yang mempunyai tiga anak wanita atau tiga saudara wanita atau dua anak wanita atau dua saudara wanita, kemudian ia memperlakukan mereka secara baik dan bersabar terhadap mereka serta bertakwa kepada Allah, maka ia akan masuk surga.” (HR. Al-Humaidi)

Rabu, 01 April 2009

Pernikahan dan Pendidikan Anak (2)

C. Pernikahan Selektif
Dengan syariatnya yang tinggi dan undang-undangnya yang universal, Islam meletakkan kaidah-kaidah dan hukum-hukum bagi masing-masing pelamar dan yang dilamar. Apabila petunjuk itu dilaksanakan, maka pernikahan akan berada pada puncak keharmonisan, cinta, dan keserasian. Di samping itu, keluarga akan berada pada puncak keimanan yang kokoh, badan yang sehat, akhlak yang mulia, pikiran yang matang dan jiwa yang tenang dan bersih.
Berikut ini kaidah-kaidah dalam memilih calon pendamping hidup:

1. Memilih berdasarkan agama.
Yang dimaksud agama di sini adalah pemahaman yang hakiki terhadap Islam dan penerapan setiap keutamaan dan moralitasnya yang tinggi dalam perbuatan dan tingkah laku, serta melaksanakan syariat dan prinsip-prinsipnya secara sempurna untuk selama-lamanya.

Ketika pelamar atau yang dilamar telah mencapai taraf pemahaman dan pelaksanaan seperti ini, maka kita akan menyebut masing-masing di antara mereka sebagai orang yang memiliki agama dan moral. Dan apabila salah seorang di antara mereka belum mencapai taraf pemahaman dan pelaksanaan seperti ini, maka selayaknya kita menghukuminya sebagai orang yang menyeleweng dan berperilaku buruk. Sekalipun dalam hal ini ia tampak sebagai seorang yang baik, takwa dan mengaku bahwa dirinya adalah seorang muslim yang berkeyakinan kuat.

Alangkah mendalamnya apa yang dilakukan oleh khalifah yang adil, Umar bin Khaththab Ra. ketika meletakkan pertimbangan yang benar untuk mengetahui hakikat kebenaran seseorang. Yaitu ketika ia didatangi oleh seseorang yang menjadi saksi bagi orang lain:

Umar bertanya kepada laki-laki itu, “Apakah engkau mengetahui orang ini?”
Laki-laki itu menjawab, “Ya!”
Umar bertanya, “Apakah engkau tetangganya yang mengetahui keluar dan masuknya orang itu?”
Laki-laki itu menjawab, “Bukan.”
Umar bertanya, “Apakah engkau pernah menemaninya dalam perjalanan, sehingga engkau mengetahui kemuliaan akhlaknya?”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak.”
Umar, “Apakah engkau telah menjadikannya pegawai dengan diberi dinar dan dirham, sehingga kesalehan seseorang dapat diketahui?”
Laki-laki itu mengaku, “Tidak.”
Kemudian Umar berteriak, “Mungkin engkau pernah melihatnya berdiri dan shalat di masjid, sesekali mengangkat kepalanya dan sesekali merendahkannya?”
Laki-laki itu menjawab, “Ya!”
Umar berkata pada laki-laki itu, “Pergilah! Sesungguhnya engkau tidak mengenal orang ini.”
Kemudian Umar menoleh kepada orang itu dan berkata kepadanya, “Ajukan saksi lain yang mengenal dirimu.”

Umar Ra. belum pernah tertipu oleh bentuk lahir seseorang. Tetapi ia mengetahui hakikat kebenaran dengan pemahaman dan pertimbangan yang benar. inilah makna yang diambil dari hadits Rasulullah Saw., “Sesungguhnya Allah tidak menilai bentuk dan badan kamu, tetapi Dia menilai hati dan perbuatan kamu.” (HR. Muslim)

Berdasarkan petunjuk ini, maka hendaknya laki-laki yang ingin menikah, benar-benar memilih wanita yang memiliki agama, agar menjadi istri yang menjalankan kewajibannya dalam memenuhi hak suami, anak, dan rumah sebagaimana yang diperintahkan Islam. Rasulullah Saw. bersabda, “Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki agama, niscaya kedua tanganmu akan penuh dengan debu (taribat yadaak).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kata taribat yadaak adalah kalimat yang menyatakan anjuran dan doa semoga mendapatkan banyak harta. Jadi, kalimat itu menjadi, “Dapatkanlah wanita yang beragama (Islam) dan janganlah berpaling kepada harta atau yang lain.”

Sebaliknya, Nabi Saw. juga memberikan petunjuk kepada para wali wanita yang dilamar untuk mencarikan pelamar yang memiliki agama dan akhlak, sehingga ia dapat melaksanakan kewajibannya secara sempurna sebagai suami dan di dalam membina rumah tangga. Dalam hal ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka nikahkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya, maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. Tirmidzi).

Fitnah apakah yang lebih besar daripada fitnah jatuhnya gadis mukminah dalam cengkeraman seorang pelamar yang fasik, atau seorang suami yang tidak mau memberikan tanggung jawab dan perlindungan kepada gadis mukminah?

Berapa banyak gadis-gadis yang sewaktu berada di rumah keluarganya menjadi teladan dalam kesucian dan kehormatan, namun ketika ia pindah ke rumah suami yang fasik dan durhaka, ia berbalik menjadi seorang wanita liar dan bebas. Sedikitpun ia tidak menghargai nilai-nilai moralitas, tidak pula menghargai arti kesucian dan kemuliaan.

Sudah kita maklumi bahwa anak-anak yang lahir dan dibesarkan di dalam rumah seorang fasik dan durhaka, pasti akan lahir dan tumbuh menjadi orang-orang yang menyimpang akhlaknya, dan akan mendapatkan pendidikan kebejatan dan kemungkaran.

Dengan demikian, pilihan berdasarkan agama dan akhlak adalah salah satu faktor terpenting yang akan mewujudkan kebahagiaan secara sempurna bagi sebuah rumahtangga.

2. Memilih berdasarkan keturunan dan kemuliaan
Di antara kaidah-kaidah yang telah ditetapkan Islam adalah, memilih jodoh dari keturunan atau keluarga mulia yang dikenal mempunyai kebaikan, akhlak dan keturunan mulia. Berikut kami sajikan hadits-hadits yang saling menguatkan.

“Jauhilah oleh kalian rumput hijau yang berada di tempat kotor.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan rumput hijau yang berada di tempat kotor itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu, wanita yang sangat cantik, yang tumbuh berkembang di tempat yang tidak baik.” (HR. Daruquthni)

“Seleksilah untuk air mani (calon istri) kamu sekalian dan nikahilah oleh kamu sekalian orang-orang yang sama derajatnya.” (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim)

“Seleksilah untuk air mani (calon istri) kamu sekalian. Karena sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya.” (HR. Ibnu Majah dan ad-Dailami).

“Nikahilah olehmu wanita yang baik. Sebab, sesungguhnya keturunan itu kuat pengaruhnya.” (HR. Ibnu Adi).

Hadits-hadits ini memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ingin menikah untuk memilih istri yang tumbuh dalam lingkungan positif dan besar dalam rumah penuh kemuliaan, serta diturunkan dari air mani yang terpancar dari sumber yang mulia.

Hal ini mengandung hikmah agar seorang istri dapat melahirkan anak-anak yang berakhlak mulia. Dari ibu-ibunya, mereka dapat menghirup air susu kemuliaan dan keutamaan. Dengan cara yang suci, mereka dapat mencari sifat-sifat yang baik dan akhlak mulia.

Bertolak dari prinsip ini, Utsman bin Abil Ash ats-Tsaqafi telah berwasiat kepada anak-anaknya untuk memilih sumber air mani yang baik dan manjauhi sumber yang buruk. Dia berkata kepada mereka, “Wahai anakku yang ingin menikah dan menanam (bibit keturunan), hendaklah seseorang memperhatikan di mana ia menanam tanamannya. Sebab, akar yang buruk itu sedikit sekali dapat melahirkan. Maka pilihlah, walaupun memerlukan waktu yang lama.”

Sebagai penekanan terhadap anjuran memilih ini, Umar bin Khaththab telah menjawab pertanyaan salah seorang anak yang menanyakan kepadanya tentang hak anak terhadap bapaknya. Umar berkata, “Agar bapaknya menyeleksi ibunya, memberinya nama yang baik dan mengajarkan al-Quran kepadanya.”

Keharusan memilih seperti yang dikemukakan Rasulullah Saw. ini berkesesuaian dengan kebenaran ilmiah pada abad modern ini. Ilmu yang membahas tentang heriditas (keturunan) telah menetapkan, bahwa anak akan mewarisi sifat-sifat dari kedua orang tuanya, baik moral, fisikal maupun intelektual, sejak masa kelahiran.

Tidak ada jalan lain bagi orang-orang yang ingin menikah kecuali mereka mencari pilihan yang baik untuk pasangan hidup mereka, jika mereka ingin memiliki keturunan yang baik dan beriman.

3. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam pernikahan
Di antara pengarahan Islam yang bijaksana adalah, mengutamakan wanita yang jauh dari kekerabatan. Hal ini dimaksudkan demi keselamatan fisik anak dan penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara heriditas, di samping untuk memperluas lingkungan kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

Dalam hal ini, Rasulullah Saw. telah bersabda, “Janganlah kalian menikahi kaum kerabat, sebab akan dapat menurunkan anak yang lemah jasmani dan bodoh.”

Sabdanya yang lain menyebutkan, “Carilah untuk kalian wanita-wanita yang jauh, dan janganlah mencari wanita-wanita dekat.”

Perintah ini berkesesuaian dengan ilmu genetika yang menetapkan, bahwa pernikahan dengan kerabat akan melahirkan keturunan yang lemah, baik fisik maupun kecerdasannya.

4. Lebih mengutamakan wanita yang masih gadis
Di antara ajaran Islam yang sangat tepat dalam memilih istri adalah, mengutamakan gadis dibandingkan janda. Yang demikian itu dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung.

Di antara manfaat tersebut adalah, melindungi keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, yang menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan dan menyebarkan kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan cinta kasih suami istri. Sebab, gadis itu akan memberikan sepenuhnya kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki pertama yang melindunginya, menemui dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda. Kadangkala dari suaminya yang kedua, ia tidak mendapatkan kelembutan yang sempurna, kecintaan yang menggantikan kecintaan dari suami pertama dan pertautan hati yang sesungguhnya.

Tidak aneh bila kita melihat Aisyah Ra. telah memberikan kepada Nabi Saw. makna semua ini, ketika ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah Saw., bagaimana pendapatmu jika engkau turun pada suatu lembah yang di dalamnya terdapat sebatang pohon yang telah dimakan sebagian daripadanya dan sebatang yang lain yang belum dimakan daripadanya. Di mana engkau akan menggembalakan untamu?” Rasulullah Saw. menjawab, “Pada pohon yang belum pernah digembalakan daripadanya.” Aisyah Ra. berkata, “Maka aku ini adalah pohon (yang masih utuh dan belum digembalakan daripadanya) itu.” (HR. Bukhari).

Aisyah bermaksud menjelaskan keutamaannya dibanding istri-istri Rasulullah yang lain. Sebab Rasulullah Saw. tidak pernah menikahi gadis, kecuali Aisyah.

Rasulullah Saw. telah menjelaskan sebagian hikmah menikahi gadis. Beliau bersabda, “Nikahilah oleh kamu sekalian gadis-gadis. Sebab, mereka itu lebih manis pembicaraannya, lebih banyak melahirkan anak, lebih sedikit tuntutan dan tipuan, serta lebih menyukai kemudahan.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi).

Dalam hadits lain disebutkan: Rasulullah Saw. bertanya kepada Jabir – ketika ia kembali perang dari Dzatur Riqa’, “Hai Jabir, apakah engkau telah menikah?” Jabir menjawab, “Benar wahai Rasulullah.” Beliau kembali bertanya, “Janda atau gadis?” Jabir menjawab, “Janda.” Tanya beliau lagi, “Mengapa bukan seorang hamba (jariyah) saja yang dapat kau permainkan dan dia mempermainkan engkau?” Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku tertawan pada waktu perang Uhud dan mewariskan tujuh wanita bagi kami. Maka saya nikahi satu orang yang mencakup keseluruhannya (serba bisa) mewakili mereka dan bertanggung jawab atas mereka.” Beliau bersabda, “Insya Allah engkau benar.”

Di antara yang diisyaratkan oleh hadits Jabir adalah bahwa menikahi janda kadangkala lebih utama daripada mengawini gadis dalam beberapa keadaan, seperti keadaan Jabir Ra. yang telah disebut tadi, demi menolong, memelihara dan bertanggung jawab atas anak-anak yatim, sebagai realisasi firman Allah Swt., “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (QS. al-Maidah: 2).

5. Mengutamakan pernikahan dengan wanita subur
Di antara ajaran Islam di dalam memilih istri adalah memilih wanita subur yang banyak melahirkan anak. Dan hal ini dapat diketahui dengan dua cara:
Pertama, kesehatan fisiknya dari penyakit-penyakit yang mencegahnya dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu, dapat meminta bantuan kepada dokter spesialis kandungan.

Kedua, melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuannya yang telah menikah. Sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak, maka biasanya wanita itu pun akan seperti mereka.

Sebagaimana yang dapat diketahui secara medis, bahwa wanita yang termasuk banyak melahirkan anak, biasanya mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat. Wanita yang mempunyai tanda-tanda seperti ini dapat memikul beban rumah tangganya, kewajiban-kewajiban mendidik anak dan memikul hak-hak sebagai istri secara sempurna.

Di antara yang perlu diingat di sini adalah, bagi orang yang menikahi banyak anak, dan suka mempunyai banyak keturunan, hendaklah melaksanakan kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab, baik yang berkenaan dengan memberikan nafkah, tanggung jawab mendidik maupun tanggung jawab mengajar.

Rasulullah Saw. bersabda, “Nikahilah olehmu sekalian wanita-wanita subur yang banyak melahirkan anak dan penuh kecintaan. Karena sesungguhnya aku ingin memperbanyak umat dengan kamu sekalian.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Itulah prinsip-prinsip pernikahan dan kaitannya dengan masalah pendidikan yang terpenting. Dengan pernikahan itu, ia telah meletakkan batu fondasi di dalam rumahnya, yang mana di atas batu itu akan berdiri pusat-pusat pendidikan yang tepat, tiang-tiang perbaikan sosial dan masyarakat yang berkepribadian. Batu itu adalah wanita salehah. Dengan demikian, pendidikan anak di dalam Islam harus dimulai sejak dini, yakni dengan pernikahan ideal yang berlandaskan prinsip-prinsip yang secara tetap mempunyai pengaruh terhadap pendidikan dan pembinaan generasi.

Selasa, 31 Maret 2009

Surga Berada Di Bawah Telapak Kaki Ibu

Imam Abu Hanifah di jebloskan ke dalam penjara karena menolak jabatan hakim yang ditawarkan penguasa Bani Umayah. Setiap hari beliau dipukuli dengan cambuk hingga kepalanya membengkak, namun beliau tetap saja menolak jabatan itu. Beliau berpendapat memikul tanggung jawab dalam suasana kezaliman dan kesewenang-wenangan yang merajalela, sama artinya dengan turut serta berbuat zalim dan mengakuinya sebagai perbuatan benar. 
 
Namun, di dalam penjara beliau terlihat sering menangis. Apakah karena kerasnya siksa? Bukankah beliau ahli fikih yang terhormat dan teguh pada pendiriannya? Salah seorang rekannya yang berada di dalam penjara menanyakan masalah itu. Beliau menjawab sambil berlinangan airmata, ”Demi Allah, saya menangis bukan karena sakit dipukuli cambuk, melainkan karena saya teringat akan ibu saya. Sungguh, tetesan airmatanya membuat saya sangat sedih.”
 
Maha Suci Allah. Begitu besar rasa penghormatan beliau tunjukkan kepada sang ibu. Bukan ratusan cambuk yang beliau rasakan pedihnya, tapi tangisan sang ibu. Beliau telah menempatkan ibu dalam posisinya yang mulia, lebih tinggi dari siapapun orangnya.
 
Begitupun yang terjadi pada Imam Malik bin Anas dan Imam Ahmad bin Hanbal. Kedua ulama ini begitu tekun menuntut ilmu hingga berhasil menjadi ulama besar karena ingin menghormati sang ibu, yang telah membesarkan dan mendidiknya hingga besar. Imam Malik selalu terkenang dengan apa yang dilakukan ibunya ketika dirinya masih kecil. Selesai shalat shubuh beliau dimandikan ibu, disediakan pakaian yang baik, diusapi minyak wangi, dan dipakaikan serban dikepalanya. Setelah tampak rapi, beliau diantar ibunya untuk belajar agama kepada seorang ulama. 
 
Ibunda Imam Ahmad adalah seorang janda. Sekalipun cantik, ibunya selalu menolak lamaran lelaki yang ingin menikahinya. Hanya dengan alasan ingin membesarkan dan mendidik anaknya. Segala beban berat dalam menanggung biaya hidup dilakukan ibunya seorang diri. Imam Ahmad merasa sedih dan gelisah melihat apa yang dilakukan ibunya untuk dirinya. Sebagai balasannya, beliau bertekad kuat untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Beliau telah membuktikan sendiri dengan menjadi salah seorang ulama terbesar sepanjang sejarah.  
 
Sewaktu ibunya masih hidup, Imam Syafi’i selalu meminta petunjuk dan nasihat ibunya kepada siapa beliau mesti berguru. Padahal Imam Syafi’i adalah pelajar terpandai dan bisa saja beliau memilih guru yang beliau anggap paling bagus. Tetapi hal itu tidak beliau lakukan. 
 
Ketika Imam Ibnu Taimiyah tinggal untuk beberapa lama di Mesir, beliau menyampaikan keinginan itu kepada ibunya dan meminta izin kepadanya lewat sebuah surat yang memuat betapa cinta kasih seorang anak dan kebaktiannya kepada ibu. Di dalam surat itu tertulis doa seorang anak untuk ibunya dan mengharapkan sang ibu juga mendoakannya. Siapa yang tidak mengenal Ibnu Taimiyah yang namanya harum di seantero penjuru bumi, dihormati masyarakat, sering diijabah doanya, dikenal ketegasannya. Namun dihadapan ibunda tercinta, dia tertunduk patuh, penuh cinta. 
 
Seolah-olah menghormati ibu telah menjadi bagian dari kebesaran nama mereka. Mereka telah membuktikan bahwa kesibukan mereka, keterkenalan mereka, tidak menghalangi mereka untuk menghormati ibu. Justru dengan menghormati ibu, nama mereka semakin terangkat pada puncak kemuliaan. Inilah sebuah berkah ibu yang seringkali luput dari perhatian kita. 
 
Oleh karena itulah, Rasulullah menempatkan derajat ibu tiga tingkat di atas ayah. Karena menghormati, menyayangi, dan merawat ibunya yang sudah tua dengan setulus hati, Uwais al-Qarni disabdakan Rasulullah sebagai salah seorang ahli surga, padahal dia pemuda biasa yang tidak banyak beribadah sunah.

Senin, 30 Maret 2009

Pernikahan dan Pendidikan Anak

Membahas masalah pendidikan anak, tentu membahas sebuah tema yang cukup besar. Ia tidak hanya terpusat pada masalah anak itu sendiri, tetapi juga menyebar hingga masalah orangtua dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita butuh pembahasan yang lebih komprehensif di dasarkan pada dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah, dan warisan peninggalan salafus saleh.

Pembahasan yang pertama kita mulai dari peran pernikahan dalam pendidikan anak. Hal ini mengingat bahwa penyajian aspek-aspek seperti ini akan dapat menjelaskan letak pertautan antara pendidik dengan memikul tanggung jawab, melahirkan anak, mengakui keturunan anak, memelihara keselamatan jasmani dan akhlak, menumbuhkan perasaan kasih sayang kedua orangtua kepada anak, saling membantu antara suami istri dalam mendidik anak, meluruskan kenakalan-kenakalannya serta mempersiapkannya agar menjadi manusia yang berguna bagi kehidupan.

A. Pernikahan Sebagai Fitrah Manusia
Salah satu konsep Islam adalah menentang adanya kerahiban. Yaitu tidak mau menikah. Karena, hal itu bertentangan dengan fitrah manusia, kecenderungan, dan nalurinya. Rasulullah Saw. telah bersabda, “Siapa saja yang mampu untuk menikah, namun ia tidak menikah, maka tidaklah ia termasuk golonganku.” (HR. Thabrani dan Baihaqi).

Berdasarkan hadits ini, dapat pembaca simpulkan bahwa Islam mengharamkan seorang muslim untuk tidak menikah. Lebih-lebih apabila seorang muslim itu mampu melaksanakannya tanpa kesulitan apa pun.

Apabila kita renungkan sikap Rasulullah Saw. dalam memelihara kepentingan individu-individu di dalam masyarakat dan menanggulangi kebutuhan jiwa manusia, maka kita akan semakin yakin bahwa pemeliharan dan penanggulangan ini. Dengan demikian, setiap individu di dalam masyarakat tidak akan melanggar batas-batas fitrah dan tidak akan melakukan hal yang berada di luar kemampuannya. Bahkan dia akan berjalan di jalan yang benar, mudah, alami, lurus, dan sesuai dengan fitrahnya. Dia tidak akan mundur ketika orang lain terus maju, dan tidak akan lemah ketika yang lainnya kuat.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. ar-Rum: 30).

Dari nash ini tampak jelas bagi setiap orang yang berakal, bahwa di dalam Islam pernikahan adalah fitrah manusia agar seorang muslim dapat memikul tanggung jawab besar di dalam dirinya atas orang yang berhak mendapatkan pendidikan dan pemeliharaan.

B. Pernikahan Sebagai Kemaslahatan Sosial
Mengapa pernikahan dianggap sebagai kemaslahatan sosial? Mari kita bahas tema ini satu persatu.

1. Melindungi kelangsungan umat manusia
Dengan pernikahan, umat manusia akan semakin banyak dan berkesinambungan, hingga tiba hari kiamat nanti. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam kelestarian dan kesinambungan ini, terdapat suatu pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup umat manusia dan terdapat suatu motivasi bagi kaum intelektual untuk meletakkan metode-metode pendidikan yang benar, baik dari aspek rohani maupun jasmani. Al-Quran telah menjelaskan tentang hikmah sosial dan maslahat kemanusiaan ini, dengan firman-Nya: “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu.” (QS. an-Nahl: 72).

2. Melindungi keturunan
Melalui pernikahan yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-Nya, anak-anak akan merasa bangga dengan pertalian keurunannya kepada ayah mereka. Dengan pertalian itu, terdapat penghargaan terhadap diri mereka sendiri, kestabilan jiwa dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mereka. Sekiranya tidak ada pernikahan yang disyariatkan Allah, niscaya masyarakat akan penuh dengan anak-anak yang tidak memiliki kehormatan dan keturunan. Yang demikian itu adalah kehancuran bagi nilai-nilai moralitas yang menyebabkan timbulnya kerusakan dan sikap permisif.

3. Melindungi masyarakat dari dekadensi moral
Dengan pernikahan, masyarakat akan selamat dari dekadensi moral, di samping akan merasa aman dari berbagai keretakan sosial. Bagi orang yang memiliki pemahaman, akan tampak jelas bahwa jika kecenderungan naluri lain jenis itu dipuaskan dengan pernikahan yang disyariatkan dengan hubungan yang halal, maka umat – baik secara individual maupun komunal – akan merasa tenteram dengan moralitas yang tinggi dan akhlak mulia. Dengan demikian masyarakat dapat melaksanakan risalah sekaligus mampu melaksanakan tanggung jawab yang dituntut oleh Allah. Alangkah tepatnya sabda Rasulullah Saw. tentang hikmah moral dalam pernikahan dan dampak sosialnya, yaitu ketika beliau menganjurkan sekelompok pemuda untuk menikah:

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian sudah mampu menikah, maka menikahlah. Sebab, pernikahan itu akan dapat lebih memelihara pandangan dan menjaga kemaluan. Dan siapa saja yang belum mampu untuk menikah, maka hendaklah ia berpuasa. Karena sesungguhnya berpuasa itu dapat menekan hawa nafsu.” (HR. Jama’ah).

4. Melindungi masyarakat dari penyakit
Dengan pernikahan, masyarakat akan selamat dari penyakit menular yang sangat berbahaya dan dapat membunuh, akibat dari perzinahan, dan selamat dari merajalelanya perbuatan keji serta hubungan bebas secara haram. Di antara penyakit tersebut adalah penyakit sipylis, AIDS, kencing nanah, dan berbagai penyakit berbahaya lainnya yang membunuh keturunan, melemahkan fisik, menyebarkan wabah dan menghancurkan kesehatan anak-anak.

5. Menumbuhkan ketenteraman rohani dan jiwa
Dengan pernikahan, akan tumbuh semangat cinta kasih dan kebersamaan antara suami istri. Ketika seorang suami selesai menunaikan pekerjaannya pada sore hari, maka ia akan beristirahat di malam harinya, berkumpul bersama keluarga dan anak-anaknya, ia akan melupakan segala keresahan yang dialaminya di siang hari, dan segala kelelahan yang dialaminya selama bekerja akan hilang. Demikian pula halnya dengan istri ketika ia berkumpul dengan suami dan menyongsong malam hari sebagai pendamping hidupnya.

Demikianlah, masing-masing mendapatkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan pernikahan. Allah Swt. telah mengilustrasikan fenomena ini dengan keterangan yang sangat sempurna dan sangat indah:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar-Rum: 21).

6. Kerjasama suami istri dalam membina rumahtangga dan mendidik anak
Dengan pernikahan, suami istri akan bekerja sama dalam membina rumahtangga dan memikul tanggung jawab. Keduanya akan menyempurnakan pekerjaan yang lain. Istri mengerjakan tugasnya sesuai dengan kodrat kewanitaannya; yakni mengurus rumah dan mendidik anak. Seorang bijak pernah berkata, “Ibu adalah sebuah sekolah yang apabila engkau persiapkan dia, berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa dengan dasar yang baik.”

Demikian pula dengan suami, ia akan mengerjakan tugas yang khusus dengan tabiat dan kelelakiannya; yaitu bekerja demi keluarganya, mengerjakan pekerjaan berat dan melindungi keluarga dari bermacam-macam kerusakan setiap saat.

Dalam hal ini, jiwa tolong-menolong antara suami istri tampak sempurna, keduanya berusaha mencapai hasil yang paling utama dan buah yang paling baik di dalam mempersiapkan anak-anak saleh, dan mendidik generasi muslim yang di dalam hatinya membawa kekuatan iman dan di dalam jiwanya membawa ruh Islam. Bahkan seluruh anggota keluarga akan merasa nikmat, sejuk dan tenteram dalam naungan cinta kasih, kebahagiaan dan ketenteraman.

7. Menumbuhkembangkan rasa kebapakan dan keibuan
Rasa cinta kasih yang terpancar di tengah-tengah rumahtangga akan memberikan pengaruh mulia dan hasil yang positif di dalam memelihara anak-anak, mengawasi kemaslahatan mereka, serta bangkit bersama mereka menuju kehidupan yang tenteram dan aman, menyongsong masa depan yang cerah dan mulia.

Itulah semua kemaslahatan sosial yang lahir dari pernikahan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika syariat Islam memerintahkan, menganjurkan, dan menyenangi pernikahan. Benarlah apa yang disabdakan Rasulullah Saw.:

“Tidak ada sesuatu yang lebih berguna bagi muslim setelah takwa kepada Allah daripada istri salehah yang apabila suami memerintahkannya, ia mematuhinya; apabila suami memandangnya, maka ia menyenangkannya; apabila suami menggilirnya, maka ia mematuhinya, dan apabila suami bepergian darinya, maka ia memelihara diri dan harta (suami)nya.” (HR. Ibnu Majah).

Bersambung

Bagaimana Muslimah Menulis

Dunia menulis tidak dapat dipisahkan dari dunia membaca. Dan, dunia membaca tidak dapat dipisahkan dari dunia menulis. Keduanya ibarat dua sisi dari sekeping uang logam. Dalam diri muslimah yang cerdas, terdapat dua keterampilan ini.

Seorang muslimah tidak hanya rajin membaca, tetapi ia juga harus melengkapinya dengan menulis. Bagaimana jadinya jika seseorang yang rajin membaca tetapi tidak dapat menulis atau malas menulis?

Pertama yang harus diperhatikan adalah, bahwa salah satu cara mengingat kembali ilmu yang kita miliki adalah dengan rajin mencatat apa yang telah kita pahami dari ilmu tersebut. Namun jika catatan itu tidak kita miliki, kemungkinan kita tidak paham dengan ilmu yang kita dapat jauh semakin besar. Ilmu itu akan mudah sekali hilang dalam ingatan kita. Seorang komposer ternama, Beethoven, adalah orang yang rajin mencatat. Baginya yang penting adalah mencatatkan ide dan gagasannya. Tidak penting apakah catatan itu dibaca kembali atau tidak. Pikirannya telah dipenuhi dengan pemahaman yang baik dari apa yang dikerjakannya. Begitupun jika kita melakukan hal yang serupa, kita dapat memenuhi ruang pengetahuan kita dengan pemahaman yang sempurna.

Tulis menulis sangat erat kaitannya dengan dunia kreativitas dan ingatan, hal ini diakui oleh banyak pakar dewasa ini. Sebut saja misalnya dalam buku Otak Sejuta Gigabyte karya , Bengkel Kreativitas karya Jordan E. Ayan, Quantum Learning karya Bobby de Porter, Accelerated Learning karya Colin Rose, dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat penting kiranya kita memiliki keterampilan menulis.

Kedua, otak kita ini ibarat sebuah ember. Dan apa yang kita baca ibarat air. Jika kita terus-menerus membaca, ini seperti air keran yang terus terpancar, hingga kemudian ember itu tidak dapat menampung lagi air. Air-air itu – jika tidak digunakan – akan terbuang percuma. Nah, cara efektif untuk menggunakan ”air” pengetahuan tersebut adalah dengan menuliskannya dalam buku harian atau selembar kertas.

Dengan menulis, kita akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Ia akan menunjukkan jati diri kita yang sesungguhnya. Pengembangan ilmu itu merupakan perpaduan dari apa yang telah kita baca, dengar, lihat, dan rasakan. Ide dan gagasan kita mungkin ada kemiripan dengan ide dan gagasan orang lain, tapi sesungguhnya ide dan gagasan itu sepenuhnya berasal dari diri kita. Orang lain tak mungkin dapat membuatnya sama persis. Inilah apa yang disebut dengan orisinalitas yang dimiliki seorang manusia. Dan apabila hal itu tergambar dengan jelas pada diri seseorang, berarti ia pantas disebut sebagai orang yang kreatif.

Ketiga, tumpukkan informasi yang telah kita dapatkan ”wajib” kita uraikan lewat tulisan. Tumpukkan-tumpukkan itu seperti jika kita sering menunda-nunda atau menumpuk-numpuk pekerjaan kita. Pada akhirnya pekerjaan itu tidak akan pernah terselesaikan. Hal ini tentu akan membuat kita stres, karena sementara yang lain sudah dapat menyelesaikannya, kita dipusingkan dengan pekerjaan-pekerjaan kita yang datang silih berganti. Dengan menulis, kita seperti membuka tutup botol, terasa plong dan pikiran ini terasa jernih kembali.

Ingatlah, selokan yang tersumbat karena banyaknya sampah akan terlihat keruh airnya. Sedangkan selokan yang tidak tersumbat akan terlihat jernih airnya. Orang yang membaca kemudian menulis, akan dapat mengaktualisasikan dirinya, menuangkan ide dan gagasannya, berbicara sepuasnya, menuangkan pikiran dan imajinasi sebebas-bebasnya dan sebanyak-banyaknya. Dengan menulis, kita akan bebas tertawa, marah, sedih, kecewa, dan meluapkan emosi lainnya. Tidak heran jika para ulama-ulama kita yang rajin menulis, tubuhnya tampak lebih sehat dan bugar di usia tuanya dibanding dengan orang yang malas menulis, entah ia berusia muda atau tua.

Mengapa seorang muslimah harus memiliki keterampilan menulis? Menulis seperti halnya membaca, ia berada dalam dunia intelektual. Menurut saya, keterampilan menulis termasuk bagian dari hadits “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”. Tidak mengenal laki-laki atau perempuan, menulis dapat dilakukan siapa saja kecuali bagi mereka yang tidak dapat menulis. Seorang buruh, satpam, cleaning service, bisa menjadi seorang penulis terkenal, bahkan karya tulisnya bisa mengangkat namanya melebihi ilmuwan yang telah berpangkat profesor doktor.

Saya teringat dengan sekolah menulis yang dibina oleh seorang pengarang terkenal. Kebanyakan anak didiknya adalah pekerja-pekerja kasar seperti yang saya sebutkan di atas. Dengan tekad yang kuat dan latihan yang disiplin, anak didiknya itu mampu membuat cerpen-cerpen bermutu yang kemudian dimuat di beberapa surat kabar nasional, yang kenyataannya sulit ditembus oleh seorang pengarang tingkat nasional sekalipun. Apakah orang yang berpendidikan lebih tinggi dari mereka mampu berbuat yang sama seperti mereka? Belum tentu!

Kedua, seorang muslimah adalah orang yang mencintai agama dan saudaranya seiman. Dia akan tersinggung (ghirah) dan marah jika agamanya di injak-injak, dihina, dan dilecehkan. Dirinya akan merasa kesakitan jika saudara-saudaranya dizalimi. Dia merasa berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan ini, yaitu dengan memberikan solusi terbaik bagi umat. Ia kemudian menulis dengan ilmu dan jiwanya; mengungkapkan bahwa yang haq itu haq dan yang batil itu batil.

Jika jilbab diserang dan dipaksa ditanggalkan dalam diri muslimah oleh musuh-musuh Islam, dengan penanya ia meluruskan, menjelaskan, dan mengobarkan perlawanan terhadap mereka. Siapa lagi yang mampu berjihad di dunia ini kecuali para muslimah itu sendiri. Karena para muslimah lebih tahu dunianya ketimbang kaum laki-laki.

Wahai muslimah! Saat ini duniamu ditikam dan dirobek-robek oleh musuh-musuh Islam. Bangkitlah dengan bersenjatakan pena. Dengannya ia dapat merubah dunia walau engkau mengerjakan karya tulismu di dalam rumah; di dalam kamar yang sempit; bertemankan secarik kertas dan pena!

Kiat Menulis Efektif
Buatlah gambaran dalam pikiran Anda tentang apa yang akan Anda tulis. Kemudian duduklah dan mulailah menulis. Jangan mencemaskan gaya, ejaan, tata bahasa, atau tanda baca dahulu. Teruslah menulis dengan mengalir dan cepat. Libatkan emosi Anda, sehingga Anda menyatu dalam pekerjaan Anda ini.

Tulisan yang baik mencakup 40 % penelitian, 20 % menulis, dan 40 % revisi. Tak ada orang yang pernah menulis sesuatu yang berharga tanpa setidaknya satu kali revisi. Jika Anda ingin tulisan itu bagus, bersiaplah melakukan beberapa kali revisi. Tujuan utama pelatihan menulis bebas adalah agar Anda melakukannya secara spontan. Ini berarti, tulisan Anda tak akan sempurna. Akan tetapi, juga tak akan kaku!

Sekarang, Anda memerlukan satu periode untuk berhenti memikirkan topik ini secara sadar. Periode inkubasi. Pada masa pengendapan ini, pikiran bawah-sadar mungkin akan mulai mengisi bagian-bagian yang hilang dan mengingat beberapa hal lagi. Pikiran ini juga mungkin akan berupaya mencari cara pengungkapan yang lebih baik dari maksud Anda. Inilah contoh kekuatan refleksi.

Setelah jeda – semalam jika mungkin – Anda bisa kembali ke laporan atau tulisan. Sekaranglah waktunya untuk menyadari gaya. Sekaranglah waktunya untuk bersikap kritis. Pagi-pagi, biasanya merupakan waktu yang baik untuk mulai menyunting. Kesibukan sehari-hari belum lagi mendesak keluar sumbangan potensial dari pikiran bawah-sadar.

Ketika mengedit, berbuatlah seolah-olah sedang membaca tulisan itu dengan sudut pandang orang lain. Apakah maknanya sudah jelas? Apakah tulisannya sudah mengalir? Apakah sudah ”membuka dengan pengantar bahasan Anda, membahas topik tersebut, lalu meringkas bahasan Anda tadi?” Dengan kata lain, apakah Anda sudah membangun argumen, lalu membuktikan dan menyimpulkannya dengan ringkasan pendek? Gambaran keseluruhan, detail, lalu ringkasan! Itulah bentuk paling memuaskan untuk sebagian besar topik.

Kata-katanya juga harus memuaskan. Sangatlah membantu jika membaca tulisan Anda keras-keras. Tujuannya adalah agar pembaca merasa Anda sedang berkomunikasi langsung dengannya. Tulisan bagus biasanya bernada seperti mengobrol. Tentu saja, untuk beberapa topik, gaya yang lebih formal pasti lebih sesuai – tetapi jangan salah menganggap bahwa bersikap serius itu sama dengan bersikap membosankan.

Anda hanya memiliki satu kesempatan untuk memberi kesan pertama. Jadi, bersikaplah wajar, personal, singkat, dan pikat minatnya sejak baris pertama. Alinea pertama akan menetapkan nada tulisan. Cobalah menulis atau menulis-ulang alinea pertama ini setelah seluruh tulisan Anda selesai.

Dalam hal ini ada beberapa aturan yang harus Anda perhatikan.
1. Pikirkan pembacanya. Siapa mereka? Apa yang mereka harapkan dari tulisan itu? Apa yang mereka minati? Jika bisa menjawab pertanyaan ini, Anda bisa mulai mendefinisikan gaya, bentuk, dan panjang artikel, laporan, atau pidato.

2. Pikat mereka! Kebanyakan orang tidak mau membaca tulisan Anda! Mereka akan memberikan kesempatan di alenia pertama. Oleh karena itu, Anda memiliki sekitar 30 detik untuk menarik mereka agar bersedia membaca tulisan Anda. Jadi, buatlah kalimat-kalimat pertama benar-benar menarik.

3. Beri mereka alasan agar tertarik. Pembaca akan selalu ingin tahu, ”Apa manfaatnya bagiku?” Anda bukan sedang menulis untuk diri sendiri – Anda menulis untuk pembaca.

4. Berbicaralah dalam bahasa aktif. ”Makalah itu sedang ditulis si Fulan” itu kalimat pasif. ”Si Fulan menulis makalah itu” itu lebih langsung, jelas, dan aktif. Kalimat aktif menggugah indra pembaca.

5. Jangan berpanjang-panjang. Orang lebih cepat memberikan respons pada kalimat pendek. Dengan kalimat panjang, pembaca akan kelelahan dan mudah sekali melupakan apa yang baru kita sampaikan. Jadi, pembaca akan tersesat dan cepat merasa bosan atau kesal.

6. Buatlah tampilannya memikat. Apa pun anggapan Anda mengenai isi buku ini, buku ini di pecah-pecah menjadi alinea yang tidak panjang. Ini membuatnya tampak mudah dibaca dan tidak melelahkan mata Anda.

Tampilan memikat juga dapat diperoleh dari mencantumkan kutipan-kutipan pendek, relevan, dan bunyinya enak; menggunakan metafora dan, bilamana mungkin melukiskan gambar dengan kata-kata. Memperkenalkan tulisan dengan frasa seperti ”bayangkanlah” dapat menggunakan pembaca berpartisipasi dalam hal yang Anda tulis.

7. Tutuplah dengan ledakan! Anda telah membuka dengan kalimat perenggut perhatian. Anda telah menulis terutama untuk memikat perhatian pembaca. Anda telah menulis seolah-olah tulisan itu adalah komunikasi pribadi dari Anda ke mereka.

Yang Anda butuhkan sekarang adalah penutupan yang ”menonjok”. Ini dapat berupa kutipan yang relevan dan kalimat, atau paling banyak sebuah alinea pendek yang meringkaskan tema yang baru saja Anda ungkapkan.

Jadi, bacalah ulang tulisan Anda dan sorotlah kata-kata kunci. Sepuluh atau dua puluh lima kata paling banyak. Sekarang carilah cara terpendek untuk mengaitkan semuanya. Itulah penutupannya. Penutupan ini memberikan ”pengulangan” akhir bagi pembaca.

Bagaimana Muslimah Membaca

“Dahulu, perbedaan utama antarsetiap orang dalam masyarakat adalah antara ‘yang kaya’ dan ‘yang miskin’. Sekarang, perbedaan utama adalah antara ’yang kaya pengetahuan’ dan ’yang miskin pengetahuan,” demikian kata Brian Tracy, penulis buku Maximum Achievement dan salah seorang pembicara profesional dan penyelenggara seminar top di Amerika.

Salah satu pakar, seorang jenius dalam bidang komputer dan pendiri perusahaan Microsoft, Bill Gates dalam bukunya The Road Ahead mengatakan, ”Dalam dunia yang berubah, pendidikan adalah modal utama bagi seseorang agar bisa beradaptasi. Ketika perekonomian berubah, setiap orang dan kelompok masyarakat yang terdidik dengan baik cenderung melakukan hal-hal yang terbaik. Biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk menguasai keterampilan baru akan meningkat. Maka, nasihat saya adalah alangkah baiknya jika setiap orang mendapatkan pendidikan formal yang baik dan kemudian tetap terus belajar. Dapatkanlah keterampilan dan kecakapan baru sepanjang hayat Anda.”

Majalah Time, dalam salah satu berita utamanya, “Pekerjaan di Era Ketidakamanan,” berkomentar, “Para pakar sependapat bahwa masa depan adalah milik para pekerja otak, yang menguasai komputer pribadinya, tahu banyak tentang serat optik dan e-mail, dan apa pun yang menggantikannya… seorang pekerja teknologi tinggi harus siap kembali ke sekolah dan mempelajari keterampilan baru, dengan biaya sendiri, jika perusahaan tidak bersedia membiayainya, minimal setiap lima hingga sepuluh tahun.”

John Sculley, mantan Direktur Apple Computers, mengatakan, ”Dalam tata ekonomi baru, sumber-sumber daya strategis tidak lagi muncul dari dalam tanah. Sumber-sumber daya strategis adalah ide-ide dan informasi yang lahir dari pikiran kita. Akibatnya, kita boleh jadi telah bergeser dari kaya sumber daya dalam tata ekonomi lama menuju miskin sumber daya dalam tata ekonomi baru dalam waktu singkat. Sistem pendidikan publik kita tidak berhasil menggeser pengajaran hafalan fakta-fakta menjadi pembelajaran keterampilan berpikir kritis.”

Seorang futurolog, Daniel Burn, penulis Techno Trends – 24 Technologies That Will Revolutionize Our Lives, menekankan, “Masa depan adalah milik mereka yang mampu untuk tetap terus berlatih dan belajar. Anggaplah itu sebagai peningkatan berkala aset kemanusiaan Anda sepanjang karier. Marilah hadapi perubahan, permata perusahaan adalah informasi dan SDM-nya, bukan bangunan dan perangkat kerasnya. Kualitas SDM tentu dapat ditingkatkan, tetapi itu membutuhkan investasi.”

Para peneliti terkemuka yang saya kutip pernyataannya di atas telah begitu jelas mengungkapkan sebuah fakta bahwa kita – baik laki-laki maupun perempuan – membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Sebenarnya fakta ini bukan hal baru yang perlu ditekankan dalam zaman modern ini. Fakta yang mengungkapkan bahwa seorang muslim diwajibkan menuntut ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat adalah terdapat di dalam ajaran agama Islam. Sehingga sudah sepantasnya seorang muslim menuntut ilmu setinggi-tingginya. Seorang muslimah berhak menyandang gelar Profesor Doktor Master jika dia mampu.

Belajar bukan hanya mengetahui jawaban-jawaban. Juga bukan hanya mengetahui serpihan dan penggelan dari suatu batang tubuh pengetahuan. Belajar tidak hanya diukur dengan indeks prestasi dan nilai ujian semata. Belajar bukan hanya aktivitas menuliskan di atas papan tulis apa yang diketahui orang lain. Belajar adalah petualangan seumur hidup, perjalanan eksplorasi tanpa akhir untuk menciptakan pemahaman personal kita sendiri.

Efek Pendidikan bagi Kesehatan
Para biarawati The School Sisters of Notre Dame tidak hanya bisa mencapai usia rata-rata 85 tahun (banyak yang lebih dari itu), mereka juga tidak tampak menderita dementia, Alzheimer dan penyakit-penyakit kelelahan otak lainnya yang lazim dialami penduduk awam dalam usia lebih muda.

Hampir tujuh ratus biarawati sepakat menyumbangkan otak mereka bagi penelitian medis setelah kematian mereka. Profesor bidang kedokteran preventif Universitas Kentucky, David Snawdon, yang telah menyelidiki lebih dari seratus otak biarawati itu, telah menemukan satu perbedaan yang menggugah keingintahuan kita.

Para biarawati yang mendapat pendidikan tinggi itu, yang mengajar dan terus-menerus menghadapkan pikiran mereka dengan berbagai masalah, ternyata berumur lebih panjang dibandingkan para biarawati berpendidikan rendah yang hanya membersihkan kamar atau bekerja di dapur. Profesor Snowdon, yang memimpin Pusat Penelitian Penuaan Sanders-Brown University, menemukan bahwa para biarawati yang berpendidikan lebih baik memiliki jauh lebih banyak sambungan sel saraf yang memungkinkan mereka mampu mengatasi kelumpuhan otak.

Dalam sebuah penelitian di Universitas California, Los Angeles, para peneliti menyelidiki bagian otak yang berfungsi memahami kata-kata – yaitu daerah Wernicke – dan menemukan bahwa jumlah dendrit mempunyai korelasi dengan kualitas belajar seseorang.

Mereka yang berpendidikan tinggi mempunyai dendrit lebih banyak dibanding dengan mereka yang hanya menamatkan sekolah menengah, dan lulusan sekolah menengah memiliki lebih banyak dendrit daripada mereka yang hanya menyelesaikan sekolah dasar. Kesimpulannya, pendidikan memberikan latihan atau praktik kepada anak didik tentang perbendaharaan kata, cara mengucapkan dan mendengarkan kata-kata, suatu jenis tertentu aktivitas mental istimewa yang memperkaya daerah Wernicke dengan dendrit-dendrit.

Setara dalam Memperoleh Pendidikan
Tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi itu hanya diperuntukkan bagi kalangan pria saja. Para ulama telah menegaskan bahwa hadits yang mewajibkan menuntut ilmu adalah untuk muslim laki-laki dan muslim perempuan. Tidak terkecuali!

Banyak sekali riwayat yang menyebutkan kesetaraan dalam memperoleh pendidikan. Salah satunya diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Ra., dia berkata: Beberapa orang mengadu kepada Nabi Saw., ”Kaum laki-laki mengungguli kami dalam menerima ajaran agama dari Anda. Karena itu, berilah kami kesempatan sehari untuk menerima ajaran agama yang Anda sampaikan!” Rasulullah Saw. berjanji untuk bertemu dengan mereka pada suatu hari, lalu dalam pertemuan itu beliau memberikan nasehat dan ajaran agama kepada mereka...”

Bagi Anda yang Sudah Berkeluarga
Bagi seorang muslimah yang sudah berkeluarga, tentu waktunya akan banyak tersedot dalam mengurus suami dan anak-anak. Apalagi kalau anak-anaknya masih balita, dia harus mengasuhnya hampir 24 jam. Tapi, apakah selama bertahun-tahun Anda tidak membaca dengan alasan mengurus suami dan anak-anak? Tentu tidak. Anda tentu ingin tahu perkembangan berita di luar sana, bukan sekedar gosip antar ibu-ibu rumah tangga.

Anda bisa saja membaca apa yang sekiranya Anda perlukan. Seperti, misalnya, membaca buku/ majalah tentang resep masakan. Anda ingin membuat masakan yang tidak itu-itu saja. Suami dan anak-anak pasti senang dengan masakan baru Anda. Dan keinginan Anda itu sungguh mulia dan akan menambah nilai Anda di mata suami dan anak-anak Anda. Pujian-pujian akan mengalir pada diri Anda jika masakan baru Anda enak dan memuaskan hati mereka. Anda berhak mendapatkan dua pahala, pahala dari membaca dan pahala dari menyenangkan hati suami. Dan masing-masing pahala akan dilipatgandakan oleh Allah, Insya Allah.

Anda juga bisa membaca buku-buku tentang cara mendidik anak. Bukankah ini sesuai dengan apa yang tengah Anda jalani? Anak-anak Anda tentu butuh pendidikan yang benar dan sesuai dengan karakter zaman mereka. Sehingga mereka dapat tumbuh dengan sehat, cerdas, dan saleh. Jika Anda dapat melakukannya dengan baik, sesungguhnya Anda telah menjalankan salah satu fungsi Anda sebagai orangtua.

Intinya, kegiatan membaca Anda adalah sarana untuk mendatangkan manfaat bagi diri Anda dan keluarga Anda. Anak-anak Anda akan melihat Anda yang selalu asyik membaca dan Anda adalah teladan bagi mereka. Jangan heran jika anak-anak Anda ingin membaca buku seperti yang Anda sering lakukan. Ini adalah cara paling efektif agar anak-anak Anda mulai rajin membaca. Cara ini lebih efektif daripada Anda menyuruh mereka untuk rajin membaca sementara mereka tidak pernah melihat Anda membaca.

Agar Antusias dalam Membaca
Seperti yang telah saya singgung sedikit di atas, agar Anda antusias dalam membaca, Anda harus tahu manfaat jika Anda membaca buku yang ingin Anda baca. Jika manfaatnya kurang, Anda tidak akan dapat bertahan lama memegang dan membaca buku tersebut. Setelah setengah jam membacanya, mungkin Anda akan langsung melemparkannya.

Anda harus bertanya di dalam hati, ”Apa manfaatnya bagiku?”. Pertanyaan tersebut harus dijawab berdasarkan keinginan yang benar-benar timbul di dalam diri Anda, bukan keinginan yang main-main atau sekedarnya saja. Sentuhlah buku itu dan katakan, saya sangat membutuhkan buku ini karena saya tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan dan segera ingin merasakan kebahagiaan. Tentunya buku ini akan membantu saya memberikan kiat-kiat agar saya dapat merasakan kebahagiaan tersebut – misalnya. Semakin banyak manfaatnya bagi Anda, semakin besar antusiasme Anda dalam membaca. Coba saja!

Memiliki Perpustakaan Pribadi
Seorang muslimah hendaknya memiliki beberapa buku yang dapat dia baca sehari-hari. Buku-buku yang “wajib” dimiliki adalah seperti al-Quran dan terjemahannya, tafsir al-quran, hadits shahih bukhari dan muslim, sirah nabawiyah, fikih, dan buku-buku yang terkait dengan tuntunan Islam bagi muslimah.

Buku tafsir al-Quran yang baik, misalnya, adalah karya Dr. Muhammad Nasib ar-Rifa’i yang telah berhasil meringkas Tafsir Ibnu Katsir dalam hanya empat jilid saja. Buku ringkasan Hadits Shahih Bukhari dan Muslim masing-masing karya Imam adz-Zabidi dan Imam al-Mundziri adalah contoh buku yang harus Anda miliki. Buku Sirah Nabawiyah yang bagus adalah karya Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, karya Dr. Said Ramadhan al-Buthi atau karya Syaikh Muhammad al-Ghazali. Buku Fikih yang bagus di antaranya Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq, buku Fatwa-Fatwa Kontemporer dan Halal dan Haram karya Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Sedangkan buku tentang tuntunan menjadi muslimah yang baik di antaranya berjudul Riyadush Shalihat karya Badawi Mahmud asy-Syaikh dan Jati Diri Wanita Muslimah karya Dr. Muhammad Ali al-Hasyimi.

Buku-buku itu hendaknya menjadi rujukan dan tuntunan pertama dalam menjalani kehidupan dunia ini. Setelah itu bolehlah melengkapinya dengan buku-buku bermanfaat lainnya.

Intinya, sediakan uang untuk membeli buku-buku terbaik. Dan sediakan waktu dalam sehari untuk membacanya. Ingatlah bahwa pengetahuan membutuhkan investasi dan waktu yang cukup agar kita dapat berkembang lebih maju dan lebih baik dari hari ke hari. Jangan sampai kebutuhan kita dalam membaca sangat rendah, karena kebutuhan akan ilmu adalah melebihi kebutuhan akan makan dan minum. Kebutuhan akan ilmu adalah seirama dengan tarikan nafas kita.

Manfaat dari Membaca
Buku adalah teman sejati yang tidak pernah meminta tetapi selalu ingin memberi. Berikut ini beberapa manfaat penting yang akan kita peroleh jika kita rajin membaca:

Hanya sedikit peranti kreativitas yang mampu mengungguli kegiatan membaca dalam mempertinggi kecerdasan verbal/ linguistik. Membaca menambah kosakata dan pengetahuan akan tata bahasa dan sintaksis. Yang lebih penting lagi, membaca memperkenalkan kita pada banyak ragam ungkapan kreatif, dan dengan demikian mempertajam kepekaan linguistik dan kemampuan menyatakan perasaan. Dengan membaca, kita belajar mengenai metafora, implikasi, persuasi, sifat nada, dan banyak unsur ekspresi lain – yang semuanya penting bagi segala jenis seniman, pelaku bisnis, atau penemu.

Bahan bacaan pada umumnya ”memaksa” kita menggunakan nalar, pengurutan, keteraturan, dan pemikiran logis untuk dapat mengikuti jalan cerita atau memecahkan suatu misteri. Dengan demikian, kecerdasan matematis-logis Anda bertambah kukuh.

Banyak buku dan artikel yang mengajak kita untuk berintrospeksi dan melontarkan pertanyaan serius mengenai nilai, perasaan, dan hubungan kita dengan orang lain.

Membaca memicu imajinasi. Buku yang baik mengajak kita membayangkan dunia beserta isinya, lengkap dengan segala kejadian, lokasi, dan karakternya. Bayangan yang terkumpul dari tiap buku atau artikel ini melekat dalam pikiran, dan seiring berlalunya waktu, membangun sebuah bentang jaringan ide dan perasaan yang menjadi dasar bagi ide kreatif. Bayangan ini akhirnya menjadi dasar metafora yang kita tulis, gambar yang kita buat, bahkan keputusan yang kita ambil.

Memberikan kesehatan bagi tubuh. Penelitian menyebutkan bahwa kegiatan membaca yang kita lakukan dapat memberikan kesehatan bagi tubuh, terhindar dari penyakit kepikunan (dimentia), Alzheimer, dan penyakit-penyakit otak lainnya.

Empat Langkah untuk Mengembangkan Rencana Membaca
Langkah 1: Berjanjilah untuk membaca kreatif setiap hari.
Mulailah dengan membuat kontrak perjanjian dengan diri sendiri. Gunakan kata-kata seperti di bawah ini:

Saya, _______________________, dalam upaya menjadi pembelajar sukses, dengan ini menyatakan bersedia membaca majalah, koran, jurnal, buku fiksi atau nonfiksi, atau tulisan lain setiap hari selama, ____ bulan ke depan. Tujuan saya mengadakan kontrak perjanjian membaca ini adalah
A) Untuk meragamkan dan memperdalam sumber-sumber bacaan;
B) Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan dunia;
C) Untuk memperkaya minat dan memuaskan rasa ingin tahu;
D) Untuk melejitkan kemampuan memunculkan ide demi karya kreatif;
E) (isilah dengan tujuan lain yang ingin Anda capai).

Saya akan memperpanjang kontrak ini untuk jangka waktu ____ bulan jika saya telah menyelesaikan masa kontrak jangka pertama, serta merasa bahwa yang saya lakukan tersebut memberi saya manfaat dan kepuasan.

Gantung kontrak ini di dinding ruang kerja atau kamar tidur untuk mengingatkan Anda terus-menerus terhadap komitmen yang telah Anda buat.

Ada cara bagus untuk memastikan bahwa Anda menepati perjanjian tersebut, yaitu dengan membuat jurnal bacaan atau memadukan catatan saat membaca ke dalam jurnal kreatif. Jika Anda memiliki jurnal khusus bacaan, pakailah buku catatan berjilid spiral atau kalender saku untuk mencatat apa saja yang sudah dibaca pada hari itu. Anda mungkin ingin membuat catatan kecil untuk mengingat isi buku yang sudah Anda baca. Sebagai contoh, dalam beberapa hari bisa dihasilkan catatan seperti ini:

3 April – majalah Sastra Annida – terbitan April – melihat-lihat seluruh majalah – ada artikel bagus tentang teknik mengarang cerpen.
4 April – majalah Tarbawi – terbitan April – melihat-lihat seluruh majalah – ada tulisan yang dapat dijadikan renungan sehari-hari.
5 April – Halal dan Haram – baca 100 halaman.
6 April – 66 Wasiat Rasulullah kepada Wanita – baca seluruhnya.
7 April – majalah Ummi – terbitan terbaru – melihat-lihat seluruh majalah – ada resep masakan terbaru.

Begitu seterusnya. Baik Anda memiliki jurnal atau tidak, gunakan latihan ini sebagai eksperimen untuk melihat keberhasilan teknik kontak-dengan-diri-sendiri tersebut dalam menjadikan Anda pembaca yang lebih kreatif. Jika Anda berhasil, perbarui kontrak untuk beberapa bulan berikutnya.

Langkah 2: Membaca secara ”ngemil”
Berilah waktu untuk membaca singkat ditengah kesibukan sehari-hari. Dengan membaca singkat, Anda memiliki kesempatan untuk membaca beragam materi yang menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda tanpa harus menyelesaikan artikel atau teks tertentu. Nikmati saja berapa pun halaman yang bisa Anda baca dalam waktu rehat singkat tersebut.

Anda juga bisa membaca buku atau majalah seperti yang selama ini Anda lakukan, untuk waktu yang lebih panjang. Namun, pembacaan panjang seperti ini memberikan pengalaman yang berbeda dibandingkan dengan membaca singkat selama masa rehat.

Langkah 3: Bacalah dari beragam sumber bacaan
Bacalah dari sebanyak mungkin sumber bacaan dalam masa rehat singkat yang tersedia. Anggaplah membaca seperti ini sebagai ”ngemil”, bukan makan besar pada hari itu. Semakin beragam sumber bacaan Anda, semakin Anda menikmatinya, dan semakin mekarlah basis data ide serta pengetahuan Anda.

Langkah 4: Terapkan apa yang Anda baca dalam kehidupan sehari-hari.

Kiat-Kiat untuk Memahami Bacaan
A. Jadilah pembaca aktif
Jangan lupa dengan enam kata tanya: Siapa? Kapan? Di mana? Apa? Mengapa? Bagaimana? Buatlah teks bacaan menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda saat Anda membaca. Ketika Anda bertanya, Anda memusatkan pikiran Anda ke dalam keadaan yang lebih menuntut, mengeluarkan gagasan dari teks seolah-olah Anda menyedot bensin dari dalam tangki.

B. Bacalah gagasan, bukan kata-katanya
Kata-kata yang digunakan seorang penulis adalah alat untuk menyampaikan gagasan-gagasannya, dan satu-satunya cara Anda dapat ”memahami gagasan” tersebut adalah dengan membaca kata-kata dalam konteks yang berhubungan. Ketika Anda membaca kata satu demi satu, otak Anda harus bekerja lebih keras untuk mengartikannya. Membaca kata satu demi satu bagaikan berusaha untuk mengetahui seperti apa bentuk bumerang dengan meneliti molekul-molekulnya. Alih-alih membaca masing-masing kata, dapatkan seluruh gambaran dengan melihat seluruh ungkapan, kalimat, dan paragrafnya.

C. Libatkan indera Anda
Gunakan indera pendengaran Anda dengan membaca secara keras. Bacalah sekali seluruh bacaan itu dengan cepat. Lalu, jika buku itu milik Anda, libatkan indera kinestetik dan visual Anda dengan menggarisbawahi hal-hal yang penting dengan stabilo dan gambarlah sesuatu di tepinya untuk membantu Anda memahami konsep-konsep kunci.

D. Ciptakan minat
Lebih mudah membaca buku ketika Anda agak mengenal subjeknya dan membacanya akan menguntungkan Anda dalam beberapa hal. Sebagai contoh, saya ingin sekali mempelajari teori evolusi yang sering diperdebatkan orang. Namun karena sedikit sekali informasi yang saya peroleh dari bahasa Indonesia, berarti saya harus mempelajari bahasa Inggris. Saya kemudian mempelajari bahasa Inggris, dan dari sana keinginan saya untuk mempelajari informasi lain semakin bertambah besar. Mempercepat membaca bacaan-bacaan yang tepat lebih mudah setelah pemanasan seperti ini.

E. Bacalah kembali tulisan-tulisan yang telah Anda garis bawahi.

Ketika Mata Anda Lelah
Ketika mata Anda lelah, cobalah cara sederhana yang dapat melepaskan stres dan kelelahan ini: Gosok-gosokkan kedua tangan Anda dengan cepat selama beberapa saat, lalu pejamkan mata Anda dan tutuplah dengan tangan Anda, dengan jari-jari yang dirapatkan sehingga cahaya tidak mungkin masuk. Bayangkan diri Anda sedang berada di suatu tempat yang indah dan damai – seperti hutan di mana udara segar dan sejuk, dan pohon-pohon melambai-lambai ditiup angin. Biarkan mata Anda melirik ke atas selama beberapa saat ketika Anda membayangkan tempat yang damai dan nyaman itu. Ikuti gerakan pepohonan ke depan dan ke belakang, atas dan bawah dengan mata Anda, ini sangat baik untuk mengendurkan ketegangan pada otot-otot di sekitar bola mata Anda. Katakan pada diri Anda betapa baiknya pekerjaan yang Anda lakukan, bahwa menjadi pembaca yang baik itu mudah, dan kecepatan membaca dan pemahaman Anda luar biasa! Kemudian secara perlahan-lahan angkat tangan Anda dan buka mata Anda.

Sebuah Mukadimah

Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Salam dan shalawat semoga tercurah pada Nabiyullah Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Sudah menjadi suatu fakta bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada kaum pria. Wanita hampir memenuhi sebagian besar dari manusia yang mengisi bumi ini. Karena secara fisik wanita lebih lemah daripada kaum pria, populasi yang besar itu ibarat hidangan yang dikerubuti oleh banyak pihak.

Wanita telah menjadi perhatian yang cukup serius baik oleh orang yang baik maupun orang yang menginginkan keburukan. Bagi orang yang baik, wanita harus diarahkan ke arah yang baik, sehingga dapat turut serta membangun peradaban dengan penuh kemuliaan. Sedangkan bagi orang jahat, wanita adalah objek pelampiasan hawa nafsunya. Apabila wanita itu dibuat lemah secara iman terus-menerus, niscaya ia akan tunduk pada kehendaknya. Wanita seperti inilah biang keladi kerusakan peradaban.

Tidaklah heran jika banyak tokoh yang hancur gara-gara wanita. Dan, banyak pula tokoh menjadi terkemuka karena ada wanita yang bercitra baik di sisinya. Wanita itu hadir memberikan motivasi untuk terus memperbaiki diri. Jika sang suami tidak ada, istrinya dengan setia menjaga kemuliaan dirinya dan menutup aib-aib rumah tangganya. Dia tidak mengatakan kecuali yang haq. Penyabar dan selalu menuruti kehendak sang suami selagi tidak untuk maksiat. Sang suami merasa tenteram dan hatinya merasa sejuk ketika memandang wajah istrinya. Wanita seperti itulah sebaik-baik perhiasan.

Kita merindukan hadirnya sebanyak-banyaknya perhiasan itu, agar dunia menjadi lebih baik.